Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali menjadi sorotan politik nasional menjelang berakhirnya masa jabatannya. Meski tidak lagi memiliki posisi formal setelah Oktober 2024, manuver politiknya terus bergaung, terutama terkait hubungannya dengan Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Sejumlah pakar menyebut bahwa PSI adalah “labuhan terakhir” bagi Jokowi dalam peta kekuatan politik nasional. Dalam konteks ini, muncul pula prediksi bahwa PSI akan menjadi kendaraan politik strategis yang akan menarik tokoh-tokoh besar dari partai mapan.
Dalam artikel ini, kita akan membedah secara mendalam bagaimana peran Jokowi di balik PSI, bagaimana PSI bertransformasi dari partai kecil menjadi kendaraan politik potensial, serta apa implikasi dari kemungkinan penarikan tokoh-tokoh besar dari partai lain ke dalam PSI.

PSI dan Kedekatan dengan Jokowi
Sejarah Awal PSI
Partai Solidaritas Indonesia (PSI) didirikan pada 2014 sebagai partai politik yang mengusung semangat antikorupsi, pluralisme, dan keterlibatan anak muda dalam politik. Dengan citra segar dan gaya kampanye digital yang agresif, PSI mencuri perhatian kalangan muda meski belum mampu menembus parlemen pada Pemilu 2019.
Pada awalnya, PSI didirikan dan dikembangkan oleh figur-figur muda seperti Grace Natalie, Isyana Bagoes Oka, dan Raja Juli Antoni. Mereka mengusung idealisme politik baru yang menolak praktik politik lama yang koruptif dan elitis. Namun seiring waktu, arah dan orientasi partai ini mulai mengalami pergeseran terutama setelah menunjukkan kedekatan yang kian intens dengan Presiden Jokowi.
Konsistensi Dukungan terhadap Jokowi
PSI menjadi satu-satunya partai non-parlemen yang secara terbuka dan konsisten mendukung Jokowi sejak periode pertamanya menjabat sebagai Presiden. Bahkan dalam beberapa pernyataan publik, elite PSI kerap menyatakan bahwa visi dan gaya kepemimpinan Jokowi adalah cerminan dari cita-cita politik PSI.
Pada masa kampanye Pilpres 2019, PSI tidak hanya mendukung Jokowi-Ma’ruf secara terbuka, tetapi juga menjadi corong untuk menyerang para lawan politik Jokowi, terutama dari kalangan oposisi. Dukungan ini membuat PSI mendapatkan tempat khusus di lingkar kekuasaan, meskipun tidak mendapat kursi di DPR RI.
Pakar Politik: PSI Jadi Labuhan Terakhir Jokowi
Analisis Politik Pascajabatan
Sejumlah pakar politik menyatakan bahwa Jokowi tengah menyiapkan langkah strategis setelah melepas jabatan presiden. Salah satunya adalah memperkuat pengaruhnya dalam dunia politik melalui kendaraan partai politik baru atau partai yang relatif bersih dari struktur lama. Dalam konteks ini, PSI disebut sebagai “labuhan terakhir” Jokowi.
Menurut pengamat politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio, Jokowi memerlukan basis politik pascapresidensi untuk mempertahankan pengaruhnya di tingkat nasional dan regional. “Setelah tidak lagi menjabat, Jokowi akan tetap menjadi sosok penting di politik Indonesia, dan PSI bisa menjadi wadah ekspresi kekuatan politik barunya,” ungkap Hendri.
Strategi Menarik Tokoh-Tokoh Besar
Salah satu indikator bahwa PSI akan digunakan sebagai kendaraan politik strategis adalah rencana untuk menarik tokoh-tokoh besar dari partai mapan. Beberapa nama yang disebut dalam rumor politik termasuk tokoh-tokoh muda dari PDI Perjuangan, Golkar, hingga NasDem yang selama ini punya hubungan baik dengan Jokowi.
Strategi ini dianggap mirip dengan pola partai-partai baru di era reformasi yang mencoba memposisikan diri sebagai alternatif terhadap dominasi partai besar. Dengan modal figur Jokowi dan kemungkinan dukungan sumber daya dari para loyalisnya, PSI bisa menjadi kekuatan baru yang cukup serius menjelang Pemilu 2029.
Transformasi PSI: Dari Partai Anak Muda ke Kendaraan Elite
Rebranding Partai
PSI sejak 2023 mulai menunjukkan tanda-tanda rebranding yang cukup signifikan. Masuknya Kaesang Pangarep, putra bungsu Jokowi, sebagai Ketua Umum PSI menandai pergeseran besar dalam struktur dan arah politik partai tersebut. Dengan figur keluarga Jokowi di pucuk pimpinan, identitas PSI menjadi semakin melekat dengan nama besar Presiden.
Langkah ini dinilai sebagai bagian dari strategi jangka panjang untuk meningkatkan daya tarik elektoral PSI sekaligus menjadikannya sebagai kendaraan politik keluarga Jokowi setelah kekuasaan formal berakhir.
Kritik terhadap Nepotisme Politik
Namun, tidak sedikit yang mengkritik langkah ini sebagai bentuk nepotisme politik. Masuknya Kaesang ke PSI dalam waktu yang relatif singkat sebelum diangkat menjadi Ketua Umum menuai pertanyaan soal prosedur dan prinsip demokrasi internal partai.
Pakar Sebut PSI Labuhan Terakhir Jokowi

Penguatan Struktur di Daerah
Sebagai partai yang sebelumnya hanya eksis di tingkat pusat dan kota-kota besar, PSI kini mulai memperkuat struktur organisasinya hingga ke tingkat desa dan kecamatan. Tujuan utamanya adalah memperluas basis suara dan memperkuat jaringan relawan di seluruh Indonesia.
Dengan sokongan logistik dan nama besar Jokowi, PSI berpeluang menjadi partai nasionalis baru yang tidak lagi bisa dipandang sebelah mata pada Pemilu mendatang.
Kemungkinan Koalisi Baru dan Gerakan Politik 2029
Skenario Pembentukan Poros Baru
Pasca Pilpres 2024, politik Indonesia mengalami reposisi. Peta koalisi lama yang dibentuk menjelang pemilu mulai berubah. Dalam kondisi seperti ini, PSI bisa memainkan peran strategis sebagai pelopor poros baru, terutama jika berhasil menarik tokoh-tokoh berpengaruh dari partai lain.
Pakar politik menilai bahwa Jokowi tidak akan membiarkan warisannya diabaikan begitu saja. Melalui PSI, dia dapat memastikan bahwa program-program andalannya seperti pembangunan infrastruktur, hilirisasi industri, dan program perlindungan sosial tetap berlanjut.
Poros baru ini bisa terdiri dari PSI, partai-partai kecil yang tidak memiliki beban sejarah, serta tokoh independen dari kalangan profesional dan milenial. Kombinasi ini bisa menciptakan koalisi modern yang bersaing dengan partai-partai tradisional.
Daya Tarik Tokoh Muda
Strategi menarik tokoh muda dari partai besar bukan hanya soal popularitas, tapi juga untuk menampilkan wajah baru dalam politik nasional. Nama-nama seperti Ridwan Kamil, Andika Perkasa, dan Gibran Rakabuming Raka disebut-sebut bisa menjadi bagian dari poros baru ini, tergantung dinamika politik lima tahun ke depan.
Jika langkah ini berhasil, maka PSI bisa berubah dari partai kecil menjadi partai tengah yang memainkan peran kunci dalam pembentukan pemerintahan dan perumusan kebijakan nasional.
Tantangan Politik yang Akan Dihadapi PSI
Kredibilitas dan Ideologi
Salah satu tantangan terbesar PSI adalah menjaga kredibilitas di tengah perubahan orientasi politik. Awalnya dikenal sebagai partai anti-korupsi dan pendobrak status quo, kini PSI justru diasosiasikan dengan dinasti politik dan kepentingan elite.
Ini menimbulkan dilema ideologis bagi sebagian pendukung lama PSI. Perubahan ini bisa menjadi kekuatan, tetapi juga risiko jika tidak dikomunikasikan dengan baik kepada basis pemilih yang kritis.
Elektabilitas dan Basis Massa
PSI masih menghadapi tantangan besar dalam soal elektabilitas. Meskipun aktif di media sosial dan memiliki eksposur yang luas, suara riil di pemilu belum menunjukkan hasil yang signifikan. Pemilu 2024 menjadi indikator penting apakah strategi baru PSI berhasil atau justru mengalami stagnasi.
Pembangunan basis massa yang solid di luar kalangan perkotaan dan kelas menengah menjadi pekerjaan rumah utama bagi PSI jika ingin menembus ambang batas parlemen pada 2029.
Persaingan dengan Partai Nasionalis Lain
Masuknya PSI ke ranah nasionalis-populis juga menempatkannya dalam arena persaingan langsung dengan partai-partai seperti PDI Perjuangan, Golkar, dan Gerindra. Untuk itu, PSI harus memiliki diferensiasi yang jelas dan konsisten.
Jika PSI hanya menjadi “pembayang” Jokowi tanpa menawarkan agenda yang lebih luas dan inklusif, maka potensi politiknya akan terbatas hanya pada momen sesaat.
Penutup: Jokowi, PSI, dan Masa Depan Politik Indonesia
Manuver politik Jokowi pasca-jabatan menjadi topik utama di berbagai diskusi publik dan akademik. Jika benar PSI akan menjadi kendaraan politik terakhir Jokowi, maka hal ini akan membuka babak baru dalam peta politik nasional.
Keberhasilan strategi ini sangat bergantung pada sejauh mana PSI mampu meyakinkan publik bahwa mereka bukan hanya partai dinasti, tetapi benar-benar membawa semangat pembaruan politik. Penarikan tokoh-tokoh besar dari partai lama bisa menjadi game-changer jika dikelola dengan baik dan tidak menimbulkan resistensi internal.
Dengan waktu lima tahun ke depan hingga Pemilu 2029, banyak hal bisa terjadi. Namun satu hal yang pasti: politik Indonesia sedang memasuki fase baru di mana loyalitas personal, identitas politik baru, dan strategi media digital akan memainkan peran yang sangat penting.